Jumat, 27 Mei 2016

CERITA PENDEK : "Complicated"

 
 
Aku tak pernah menyangka semua ini akan terjadi. 
Jika aku boleh berharap, 
Aku lebih ingin kita seperti 9 tahun lalu. 
Tak mengenal cinta. 
Yang ada hanya kita yang terus memperjuangkan persahabatan yang kita punya. –Niki
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Minggu, 4 Januari 2014 
Pagi itu, mentari bersinar dengan terik. Namun, tetap ada awan yang sedikit mengahalangi teriknya sinar mentari. Aku terduduk disebuah bangku taman yang masih sejuk. Bahkan, embun masih melembabi dedaunan bunga-bunga ditaman ini.  Disampingku, terduduk seseorang yang selama Sembilan tahun belakangan ini selalu bersamaku. Setiap saat. Tidak pernah tidak. Adrian. Sahabatku, sahabat baikku. Tapi saat ini, apa dia benar-benar hanya sahabatku? Tuluskah aku saat mengenalkannya pada mereka –teman-temanku hanya sebatas sahabat? Aku ... kurang.... yakin..
“Kamu masih betah disini, ki? Matahari udah mulai terik, nih!” Adrian menggerutu. Sembari menatapku tajam namun tak ada arti. 
Deg! 
Sembilan tahun lalu, ketika aku dan dia masih berumur lima tahun aku selalu membenci tatapan ini. Aku selalu memukul atau paling baiknya mengomel ketika Adrian menatapku seperti ini. Namun sekarang, semua berbeda. Entah aku atau Adrian yang berubah aku tak tahu. Yang jelas, aku selalu ingin bertahan dalam waktu ini saat dia menatapku. 
        
“Niki! Kok malah melamun, sih!” 
        
“Eh, em... maaf. Ya udah, ayo pulang. Aku juga udah laper. Hehe...” 
Adrian tak bicara lagi. Dia beranjak lalu menggaet tanganku untuk segera meninggalkan taman ini. hatiku berdesir. Dalam diam, aku meresapi kebahagiaan ini. Tanpa siapapun boleh mengetahui kebahagiaanku. Hanya aku dan Tuhan. Tak ada yang lain. 
*** 
Aku menyadari perubahan ini. Ya. Entah aku atau dia yang berubah. Atau bahkan kita yang berubah. Yang jelas, semua tak lagi seperti dulu. Dulu, semua yang dilakukan Adrian sangatlah membuatku sebal. Mulai dari tatapan tajamnya padaku, sikap jailnya, sampai sikap kekanak-kanakannya yang dahulu sangatlah menyebalkan bagiku.
 Namun sekarang, justru aku sangat menyukai apa saja yang Adrian lakukan. Tak peduli itu merugikanku atau tidak. Bagiku, semua yang dilakukannya sangat special. Aku juga selalu berharap waktu berhenti ketika Adrian menggandeng tanganku, ketika kita tertawa bersama, ketika kita melewati setiap detik bersama. Aku selalu berharap itu abadi. Dan tak berakhir.
Namun, semua hanya harapanku semata. Waktu terus berjalan. Begitu pula rasa sayangku terhadap Adrian. Rasa itu terus tumbuh. Tanpa ada siapapun yang tahu. Tanpa ada siapapun mengerti betapa sakitnya aku.
        
Sentuhan lembut ilalang-ilalang itu kepada kakiku menyadarkanku dari lamunan pedihku. Di bawah langit senja ini, di tengah hamparan ilalang-ilalang ini, dalam diam ekor mataku menatap sendu wajah errr.. tampannya. 
Adrian yang tersadar lantas kembali memberi tatapan tajam itu. Itu jelas membuat jantungku berdetak lebih kencang. 
“Ck. Berhenti menatapku seperti itu. Menyeramkan, tau!” aku mengalihkan pandangan ke arah lain. Setidaknya untuk sedikit menetralkan detak jantungku. Walau aku tau, jantungku akan terus berdetak kencang saat aku berada didekat Adrian. 
Adrian tersenyum simpul sambil berkata “Ternyata kau tak pernah berubah..” 
Pandanganku yang semula tertuju ke arah gumpalan awan dilangit senja sana beralih ke arahnya. Kau salah Adrian!  Aku telah berubah. Perasaanku terhadapmu telah berubah. Aku menyayangimu Adrian. Bahkan, lebih dari seorang sahabat! 
Complicated
“Jelas saja aku berubah. Hanya kau saja yang tak memperhatikannya.” Aku kembali menatap gumpalan awan di langit kemerahan senja. Sebersit harapan muncul. Melewati senja bersama Adrian dengan statusku yang bukan lagi sahabatnya. Namun, kekasihnya. Tapi aku tau. Itu tidak akan mungkin terjadi. Persahabatan ini terlalu suci, menurutnya. 
“Wah! Ternyata sahabatku ini telah berubah. Berapa banyak cerita yang aku lewatkan?” Adrian memandangku dengan tatapan berseri. 
Cih. Sekeras apapun dia memohon. Aku tak akan pernah menceritakan cerita menarik sekaligus menyakitkan ini. cukup aku dan Tuhan yang tau. Aku tak ingin orang lain tau. Aku lebih senang seperti ini. berbahagia dalam diam. Juga, bersedih dalam diam. Itu menarik, kan? 
“Jelas saja kau tak pernah melewatkan satu pun ceritaku. Bukan itu maksudku. Apa kau tak sadar jika rambutku sudah berubah memanjang? Tak seperti dulu. Eh?” 
“Ah iya. Tapi, matamu tak bisa berbohong. Jujurlah. Pasti ada suatu cerita yang aku lewatkan. Ya?”  Ternyata kemampuannya membaca fikiran orang lain melalui pandangan mata belum hilang. Oh Tuhan. Dia tidak berubah. Hanya aku saja yang berubah.
“Ya. dan kau tak perlu tau.” 
“Cih. Aku sahabatmu, jelas saja aku perlu mengetahui pertumbuhan sahabatku yang mulai dewasa ini.” Adrian, bahkan aku bukan sedang bertumbuh lagi. Aku benar-benar sudah dewasa. Aku sudah merasakan cinta. Juga, sakitnya cinta. 
“Jangan remehkan aku. Jelas aku lebih dewasa.” 
“Dan aku tak kalah dewasa denganmu. Aku bahkan sudah mengenal cinta. Kau? Rasanya aneh orang sepertimu mengerti cinta.” 
Entah apa ini. tubuhku terasa lemas. Benar-benar lemas setelah mendengar ucapannya tadi. Dia mengenal cinta? 
“Ternyata kau menyembunyikan ceritamu juga.” 
Aku lihat Adrian tersenyum tipis. Namun, tetap saja tak bisa menghilangkan rasa cemasku. Rasa cemas yang mendalam akan kehilangannya ketika ia mulai mengenal lima huruf menyakitkan itu. Apa aku egois? 
“Ternyata aku belum menceritakannya padamu.” Adrian menarik nafas sejenak lalu mengeluarkannya dengan sedikit kasar sebelum kembali berbicara  “Aku menyukai Cindy dan ternyata, Cindy juga menyukaiku. Kita sepasang kekasih sekarang” 
Deg! Semua seolah hancur. Bak Titanic yang berkeping-keping setelah menabrak karang. Aku hancur. 
“Oh.” 
Senin, 6 Januari 2014
Setelah mendengar pengakuannya senja kemarin, aku tak ingin menemuinya. Dan anehnya, Adrian sama sekali tak mencariku. Hanya tadi pagi ia menghampiriku untuk berangkat bersama. Namun, aku tolak. Aku tak ingin lagi mendapatkan tatapan tajamnya, gandengan tangannya, ataupun semua tentangnya. Ya, aku memang senang ketika Adrian melakukan itu padaku. Tapi itu menyakitkanku. Semua yang dilakukannya layaknya harapan besar yang sengaja diberikannya untukku. Padahal sebenarnya, itu hal yang sudah lumrah dilakukannya sejak Sembilan tahun lalu. Sejak Adrian memulai persahabatan ini. persahabatan yang menurutnya akan abadi selamanya. Persahabatan yang menurutnya terlalu suci untuk dihancurkan. Dan persahabatan yang membuatnya berjanji tak akan mencintaiku. 
Seketika, manic mataku tertuju pada setangkai bunga yang merekah indah di halam rumahku. Melalui jendela besar kamarku ini, aku selalu bisa mengintai halaman rumahku sambil bersembunyi. Dan tak ada siapapun tau. Em, seperti ... perasaan aneh ini terhadap Adrian. Sahabatku. 
Dalam diam, aku menangis. Bukan menyesali persahabatanku dengan Adrian. Namun, menyesali perasaan aneh yang akan makin menyakitkan ketika itu tumbuh. Dalam diam juga, aku menyadari bahwa semua ini adalah pelajaran. Agar aku dapat merasakan. Bagaimana sakitnya hati ini ketika aku mengetahui Adrian menyukai orang lain. Bagaimana pedihnya hati ini ketika harus merelakannya mengejar apa yang dia inginkan dan tidak aku inginkan. Aku tak boleh egois. Persahabatan ini harus tetap tumbuh walau disini aku tersakiti. Benar kata Adrian, persahabatan ini terlalu suci untuk dihancurkan. Detik ini, aku menyadari apa arti cinta yang sesungguhnya. Mengerti dan memahami. Mengerti Adrian yang ternyata menyukai Cindy dan hanya menganggapku sahabat, tak lebih dan tak akan lebih. Memahami hati Adrian yang telah luluh oleh Cindy. 
Dalam diam aku menangis. Dalam diam juga aku mulai menjadi dewasa, yang sesungguhnya. Merelakan seorang yang kita sayangi untuk orang lain. Itu bahkan lebih dewasa daripada hanya mengenal cinta dan terus mengejar atau bahkan memaksakan cinta. Merelakannya untuk seseorang yang dicintainya. Aku akan berusaha itu. Walau akhirnya aku yang menangis. Aku tak peduli. Toh, aku tetap memiliki Adrian. Tak pedulikan status hanya sahabat. Aku tetap memilikinya. 
“Niki, ayo lekas berangkat. Kau tau kan ketatnya peraturan Bimbel menyebalkan itu?”
Dari ambang pintu, Adrian dengan kaos hitam pemberianku ketika ulang tahunnya yang ke 13 berdiri dengn tegaknya. Seolah memamerkan ketampanannya. ah, terlalu banyak perubahan pada fisik Adrian. Dia makin tampan juga dewasa. Tetapi, dia tetaplah Adrian kecilku dulu dengan tatapan tajamnya yang menyebalkan dan mendebarkanku. Hihi. 
“Ayo!” 
-END-
Read More ->>

Kamis, 26 Mei 2016

CERITA PENDEK : "Berawal dari Persahabatan"

    Di suatu sekolah yang ku anggap tempat di mana aku bisa mengungkapkan segala ekspresi kehidupan di dalamnya, ternyata sekolah menjadi tempat yang indah untuk menemukan cerita-cerita indah yang bisa untuk dikenang. Selain sebagai tempat untuk menemukan segudang ilmu di sekolah juga menjadi tempat untuk kita menemukan berbagai jenis dan sifat teman yang kita jumpai, sesosok teman menjadi sebuah keindahan dalam menjalani kehidupan ini, selain itu di lingkungan sekolah kita juga dapat menemui benih-benih cinta yang akan tumbuh menjadi indah. Di sini lah ku mulai cerita itu.

    Di suatu kelas yang amat seru dan mengasikan aku duduk bersama seorang sahabat yang telah ku kenal kelas sejak kelas 1 SMA yang bernama Randy. Kini kami telah duduk di kelas 2 SMA Negeri Jakarta. Aku telah berteman dengannya sejak kelas 1 SMA, entah mengapa di kelas 2 aku sekelas lagi dengannya.

    Pada saat pelajaran berlangsung tiba-tiba seorang guru piket telah datang ke kelas ku. Guru piket itu datang tidak sendirian, tetapi bersama seorang cwe yang sebelumnya blum aku kenal dan belum juga aku lihat di sekolah ini. Yah, bisa di anggap lumayan cantik lahh cwe itu.

“Wan, ada cwe tuuuhhhh” Randy memberi tahu padaku
“Ya gue juga tau itu cwe, gue masih normal masih bisa bedain cwe sama cwo kaleee” gurau ku
“yeee, biasa ajh kalee kan gue cuma ngasih tau”

    Akhirnya guru piket itu menjelaskan kepada seluruh siswa di kelasku bahwa cwe yang telah datang bersamanya itu adalah murid baru yang telah mendaftarkan diri untuk bersekolah di sini.

“Selamat pagi anak-anak” sapa guru piket itu
“PAGIIIII BUUUU” jawab seluruh siswa di kelas ku
“Oke, pagi ini kalian telah kedatangan siswa baru yang baru saja pindah dari Bandung, semoga kalian semua bisa berteman dengan baik bersamanya”
“Selamat pagi teman-teman, nama ku Riska yang baru saja pindah dari Bandung. Semoga teman-teman dapat menerima saya dengan baik di sekolah ini” sapa cwe itu memperkenalkan diri
Semua teman-teman kelas ku pun mendengarkan dengan baik sedikit cerita mengenai sekolahnya di Bandung sebelum ia duduk untuk melanjutkan pelajaran.

“Baik lah anak-anak itu lah sedikit cerita dari Riska. Semoga Riska dapat membagi pengalaman baiknya dengan teman-teman yang ada di sini”
“Baik Bu” jawab Riska singkat
“Wandi, bangku depan kamu ada yang kosong di situ ada yang menempatkan apa tidak ?” tiba-tiba guru piket itu bertanya pada ku
“i..iiya bu, kosong ko bu” jawabku ragu-ragu karena dari tadi aku sedang memperhatikan wajah Riska yang cantik.
“Yasudahhh Riska duduk di depan Wandi saja. Wandi, kamu jaga Riska baik-baik”
“Oke deeehhhhh Buuuuu” jawab ku semangat
Akhirnya Riska pun jalan menghampiri bangku tempat duduknya yang telah di tentukan tepatnya di depan tempat duduk ku.
“Hai Wandiii” sapa Riska sambil menyodorkan tangannya pada ku
“Hai Riska, salam kenal yahh” aku pun menggapai tangannya
“oh iya kenalkan juga teman ku ini namanya Randy” aku sambil menoleh kepada Randy
“Hay” Jawab Riska singkat
“hay juga” jawab Randy


    Tak terasa bel istirahat pun berbunyi aku berniat untuk mememui Riska, karena aku yakin Riska blum mempunyai teman semenjak dia pindah untuk bersekolah di sini semenjak pagi tadi. Aku pun mengajaknya untuk pergi ke kantin.

“Riska, kamu ga ke kantin ??” tanya ku
“engga, aku lagi males ke kantin, boleh ga aku nemenin kamu istirahat”
“hmm, boleh ko”

    Akhirnya aku pun bercerita panjang lebar bersamanya, menceritakan segala sesuatu mulai dari sekolah ,teman, dan hal lainnya mengenai suasana dan kondisi di sini. Riska pun juga menceritakan hal serupa kepada ku mengenai suasana dan kondisi yang ada di Bandung. Sungguh mengasikan bisa dekat dengan Riska walaupun baru pertama kali aku dekat dengannya.


    Tak terasa aku dekat dengan Riska sudah hampir satu bulan ini aku telah memendam rasa dengannya. Aku pun berharap Riska juga memiliki rasa yang sama dengan ku, tapi aku belum bisa mengungkapkannya.

“Wan,lo suka sama Riska yahh ??”
“Kok lo bisa tau ??”
“Udah deehh gak usah ngelak gue mah udah tau sikap temen gue sendiri hehehe”
“Oke,thanks bro. Tapi gue lagi bingung niihh gimana caranya gw nembak dia, lagian gw juga deket sama dia baru sebulan”
“Yaelah sebulan itu ga sebentar bro, udah tembak ajh entar keburu di ambil orang lohh”
“Bener juga tuuhh”

    Akhirnya setelah pulang sekolah hari itu sesampainya di rumah aku memikirkan kata-kata sahabat ku si Randy kalau aku dekat dengan Riska tidak sebentar. Aku pun berniat untuk menembak Riska. Hingga semalaman aku tidak bisa tidur karena aku sedang memikirkan Riska. Untuk menghilangkan rasa memikirkan Riska sekitar pukul 21:00 aku berniat untuk telpon dia, oke aku tau itu udah malam tapi aku ga bisa tidur kalo ga tau kabar dia, hahaha LEBAY yahhh hehehe.

“Hay Riska”
“Hay juga Wandi”
“Kamu blom tdur jam segini ? Emngnya lagi ngapain ?”
“Hmm blom nih, kamu juga blom tdur ? Aku lagi ada masalah niihh !”
“Loh masalah apa ? cerita ajh sama aku mungkin aku bisa bantu kamu”
“Oke deh aku bakalan cerita sama kamu, tapi besok yahh ga enak kalo cerita lewat telpon”
“Yaudah besok cerita ajh di sekolah ? Oke ?”
“Oke! Eh Wan, udah dulu yahh udah malem niihh aku mau tidur dulu”
“Hmm oke dehh, met tdur yah Riska GOOD NIGHT hehehehe :D”
“Hehe Night to WANDY J”

    Akhirnya aku bisa juga mendengar suara Riska dan sedikit mengurangi rasa rindu ku ini, tapi kok aku makin gak bisa tidur karena penasaran dengan masalah yang di alami oleh Riska tadi. Hingga akhirnya aku baru bisa tidur pukul 03:00 dini hari.


“KRIIIIIINGG KRIIIIIINNGGGG KRIIIIINNGGGG” Jam weker di kamar ku pun berbunyi sudah saatnya aku bangun dan siap-siap untuk pergi ke sekolah. Memang cinta itu membuat ku tak terkontrol, akibat aku tidak bisa tidur semalaman mata ku pun terasa berat untuk di buka, tapi mau gimana lagi aku harus melakukan kewajibanku sebagai siswa untuk pergi bersekolah
Ternyata sesampainya di sekolah tepat di depan pintu kelas ku aku melihat seorang wanita yang sedang berdiri di sana, aku tak sadar ternyata itu adalah Riska tak tau kenapa mata ku pun langsung terbuka lebar walau pun mataku terlihat merah.

“Hai Wandy, kok mata kamu merah ?” Riska menyambutku
“E...eh Riska, engga ko gapapa” jawabku lemas
“Hayo knapa ngomong ajah sama aku”
“Hehe aku kurang tidur semalam Ris ..”
“Loh aku kira abis telpon-an sama aku semalam kamu langsung tidur, pasti mikirin cwe yahh hayo ngaku hahaha”
“Hahaha, tau ajh kamu Ris ?!” aku pun tak sadar mengatakan itu
“Hah ? Siapa Wan ? kasih tau aku dong !”
“E..eehh engga, aku becanda ko” aku pun mengelak

    Aku tak sadar mengatakan itu, hampir saja aku keceplosan mengatakan semuanya kepada Riska tapi sebenarnya memang benar semalam aku tidak bisa tidur karena sedang memikirkan seorang wanita yaitu Riska, tapi aku belum berani mengatakan yang sebenarnya.
Aku pun beranjak ke tempat duduk ku, dan di sana sudah terlihat Randy yang sedang duduk di bangkunya

“Wan, knapa mato lo merah gitu ?? wahh abis ngintipin cwe yahhh ??” Randy meledek ku
“Huuusss, enak ajah lo semalem gue ga bisa tidur niihhh gara-gara mikirin Riska”
“Ciiieee, makin deket ajh lo sama dia kan udah gue bilang tembak ajah dia”
“Ya gue tau, tapi ga segampang itu juga kan itu semua perlu proses”
“Bener juga siiihh hehehe”

    Bunyi bel tanda masuk di sekolah ku pun berbunyi sebentar lagi pelajaran di sekolah akan segera berlangsung seperti biasa. Jam pertama di kelas ku adalah pelajaran Sejarah, dan pelajaran itu terkenal sebagai pelajaran yang sangat membosankan mungkin itu sama juga yang aku rasakan pada saat ini.

    Hingga pelajaran itu berlangsung mata ku pun masih tetap terasa berat untuk terbuka, suasana makin mendukung pada saat pelajaran Sejarah sedang berlangsung. Tak terasa aku pun tertidur saat pelajaran hingga akhirnya guru Sejarah yang sedang mengajar mengetahui aku sedang tertidur pulas di meja ku. Dengan logat Medan nya guru itu membangunkan ku.

“Hey Randy, bangunkan teman sebelah kau itu yang sedang tertidur”
“Ehhhh Wan bangun, di panggil Pak Tigor tuuhh” Randy pun membangunkan ku dan aku langsung bangun sambil mengusap mata ku yang dari tadi pagi sangat mengantuk
“Hey Wandy, berapa skor pertandingan Chelsea vs MU semalam ?”
“3-2 Pak, eehhh” aku pun menjawab reflaek pertanyaan dari Pak Tigor
“HAHAHAHAHA” teman-teman di kelas ku pun tertawa semua tak luput Riska dan Randy pun juga ikut menertawakan ku
“Sudah-sudah, cepat kau ke toilet dan kau cuci muka kau yang sangat lecek itu”
“Baik Pak ..”
“Jangan tertidur lagi kau di toilet”
“HAHHAHAHAHA” lagi-lagi teman-teman di kelasku tertawa akibat lelucon dari Pak Tigor

    Dan aku pun pergi ke toilet dan langsung mencuci muka ku yang sangat mengantuk, setelah mencuci muka aku langsung bercermin di kaca yang ada di toilet itu dan aku berfikir, sepertinya wajah ku juga ga jelek-jelek banget dan gaya ku juga lumayan keren, kenapa aku juga belum berani mengatakan dan mengungkapkan semua perasaan ku pada Riska tapi aku juga berfikir dengan kata-kata yang aku ungkapkan sendiri kepada Randy kalau semua itu perlu proses. Tapi ada sebersit aku berfikir apakah aku pantas untuk Riska ?? Kata-kata itu yang terus membayangi ku hingga aku sampai di tempat dudukku di kelas. Semua yang aku pikirkan tadi hilang seketika saat aku mulai konsentrasi ke pelajaran.

    Sejak dari awal pelajaran di mulai aku sangat memikirkan apa yang sebenarnya akan di ceritakan oleh Riska pada ku.

“Ris, sebenarnya kamu mau cerita apa sihh ??”
“Entar ajah ceritanya, masih belajar niihh !”
“Hmm, yaudah dehh entar pulang sekolah ikut aku ajh yahh ??”
“Mau ngapain ?”
“Udaaaahh, entar ikut aku ajh sekalian kamu ceritain masalah itu”
“Hmm, oke deeehh”

    Tadinya aku mau mengajaknya untuk pergi ke suatu taman yang sangat idah di dekat komplek, untuk mengungkapkan perasaan ku yang sebenarnya pada Riska, tetapi aku juga penasaran apa yang akan di ceritakan pada ku.

    Pada saat bell tanda pulang berbunyi aku langsung mengajak dan tak sengaja aku menggandeng tangannya, setelah berapa detik aku batu menyadarinya. Saat aku melihat ke arah Risaka dia pun terlihat tersenyum saat aku menggandengnya. Sungguh cantik wajah Risaka saat dia sedang senyum yang membuat aku semakin yakin aku akan mengatakan isi hati ku hari itu juga.
Setelah sampai pada tempat tujuan, aku ko jadi gugup padahal sebelumnya aku udah yakin banget untuk mengatakan ini semua. Seharusnya aku yakin ajh suasananya pun udah meyakinkan banget. Yaudah deh aku buka pembicaraan ajah dulu.

“Ris, emm..mmm”
“Kenapa Wan ?? Ko kayanya gugup gtu ?”
“Ehh, ga jadi dehhh”
“Loh ko ga jadi ?”
“Kamu duluan ajah deeh, katanya kamu mau cerita”
“Ayo lah Wan ngomong ajh, aku ga mau cerita kalo kamu blom cerita”
“Mulai dari pertama kali aku bertatap muka sama kamu, aku ngerasain ada seseuatu yang beda. Setelah kita udah berteman selama lebih dari satu bulan ini aku merasakan suka sama kamu. Aku ga tau juga perasaan kamu ke aku sama ato engga, aku ga berharep kamu juga suka sama aku dan bisa terima aku tapi yang aku pengen kamu tau perasaan aku yang sebenarnya. Aku sayang Ris.”
“Loh ko jadi aneh yahh ?”
“Aneh knapa Ris ? Aku salah yah suka sama kamu ?”
“Bukan itu Wandy sayang, sebenarnya aku mau cerita kalo aku juga sayang dan suka sama kamu yang kamu ceritain tadi juga yang mau aku ceritain ke kamu, sebenarnya aku ga berani ngungkapin duluan semuanya ke kamu karena aku cwe ga mungkin aku ngungkapin duluan ke kamu, ini ajh aku di paksa sama Randy untuk mengungkapkan semuanya ke kamu, tapi kamu udah ngungkapin duluan ke aku barusan. Aku tuh selalu curhat sama Randy tentang kamu. Tapi kamunya yang ga pernah respon perasaan aku. Aku juga sayang kamu Wan.”
“Loh jadi selama ini kamu deket sama sahabat aku toohh. Hmm, yaudah ka kita udah tau perasaan masing-masing, kamu mau ga jadi pacar aku ??”
“Iya aku mau jadi pacar kamu”

    Betapa senangnya peraasan aku saat itu, ternyata selama ini Riska memiliki perasaan yang sama dengan ku. Semua yang dia rasain juga sama yang aku rasaain selama ini. Pada akhirnya aku bisa mendapatkan Risaka untuk jadi pacar ku. Semua ini tak terlepas dari sahabatku Randy yang bisa meyakinkan aku dan Riska untuk mengungkapkan perasaannya masing-masing, memang dia sahabat yang baik, sahabat yang bisa mengerti perasaan sahabatnya sendiri.

    Keesokan harinya aku berterima kasih kepada Randy, dia pun merasa senang atas hubungan ku dengan Riska dan dia mengucapkan selamat pada ku. Semoga hubungan persahabatanku pada Randy bisa berjalan lama dan baik. Selain itu juga semoga hubungan ku dengan Riska dapat terjalin dengan baik juga, karena hubungan ku dengan Riska berawal dari sebuah persahabatan yang tumbuh menjadi cinta.


                                                                      The End
Read More ->>

CERITA PENDEK : "Gadis Misterius yang Tidak Misterius"



Pernah mendengar pertanyaan tentang mendengarkan atau menjadi yang didengar? Ya, saya rasa anda harus mengatahui makna sebenarnya dari kata-kata tersebut, mungkin jika diperhatikan kata-kata itu hanya kata-kata yang sepele, mungkin hanya sekedar pertanyaan biasa yang anda dengan mudah dapat menjawabnya sesuai dengan kepribadian anda sesungguhnya. Tapi, dibalik kata kata sederhana itu anda  tidak mengetahui terdapat makna yang sangat luas.

Pada bulan Oktober 2015, tepatnya pada hari kamis, hari itu sangat panas, padahal biasanya diindonesia pada bulan itu awal mula musim hujan, mungkin karena pengaruh dari pemanasan global, ya kira-kira itulah yang dipikirkan orang-orang saat itu.

 Aku duduk dibangku didepan kelas ku bersama teman-teman ku saat itu, seketika aku melihat sesosok wanita muslimah berlalu, dia berjalan sendiri dengan pandangan yang lurus dengan mantap melangkah dengan cepat, seperti sudah tau pasti tujuannya akan kemana. 

Aku yang saat itu hanya menatap kosong kedepan seketika merasa… hm.. seperti terkesima atau hal sejenisnya, entahlah tetapi aku hanya menatapnya berlalu, sangat cepat, dia menghilang dari pandanganku, mungkin hanya halusinasi kupikir, keberadaannya seperti pelangi yang nampak indah namun semu.

Aku menatap kepergiannya dengan tatapan yang kosong, aku mengenalnya, tapi aku tidak mempunyai cukup keberanian untuk menyapanya saat itu, bahkan untuk memandangnya pun aku tidak berani. Hingga akhirnya akupun kehilangan sosoknya yang pergi bersamaan dengan sahutan temanku yang mengajakku untuk pulang bersama. Kupikir mungkin suatu saat nanti aku akan dapat berbicara dengannya walaupun sebentar, mungkin...
Read More ->>
Diberdayakan oleh Blogger.